Sunday, June 20, 2010

Detik Terakhir

Sebagian menganggap hidup ini indah, ada juga yang menganggap hidup ini mengerikan. Tapi, untukku setiap detik kehidupan adalah anugrah dari Tuhan, meskipun melewatinya dengan suram ataupun indah. Itu merupakan kado terindah dari Tuhan untukku. Setiap hari, setiap aku membuka mata aku bersyukur aku masih di beri kesempatan untuk tetap hidup dan bernafas. Masih tetap melihat orang-orang yang aku cintai, yang selama ini menjagaku. Terimakasih. Tapi hatiku sakit melihat mereka menangis di hadapanku, sepertinya aku adalah orang yang paling malang di muka bumi ini. Tentu saja itu membawa penderitaan yang besar kepadaku. Hatiku terasa di sayat pisau melihat tetesan airmata yang jatuh.
Sudah lebih dari enam bulan ini aku di vonis oleh dokter mengidap kanker otak. Menurut dokter hidupku tidak lama lagi. Aku pernah berharap dengan Tuhan agar aku cepat mati agar tidak menyusahkan orang-orang yang aku cintai. Tidak menambah beban batin untuk mereka. Tapi....... aku masih ingin hidup menikmati masa-masa indah remajaku yang terenggut oleh penyakit ini. Aku bertekad agar tetap hidup tetap semangat menjalani hari-hari hingga saatnya nanti. Inginku bermain, bergembira tanpa mengingat penyakit ini. Tidak melakukan berbagai macam pengobatan untukku. Bagiku dengan bergembira merupakan suatu pengobatan yang paling mujarab buatku.
“ Mama, boleh aku jalan-jalan keluar sebentar?” tanya ku kepada mamah yang duduk di samping tempat tidurku. Matanya terlihat letih sekali.
“Tapi..”
“Tidak papa Mah aku baik-baik saja” kataku memotong perkataan mamah. Dengan meyakinkan mamah akhirnya aku keluar dari ruangan dingin itu. Sebuah kursi roda canggih membantuku, aku sudah tidak mampu untuk berjalan lagi. Di lorong-lorong rumah sakit aku melihat banyak dokter dan perawat lalu lalang. Mereka sangat sibuk sepertinya. Mamah mendorong kursi rodaku keluar dari rumah sakit menuju ke taman. Di sana aku senang karena dapat menikmati kembali sejuknya angin sepoi-sepoi.
“Ma, terima kasih selama ini Mama rela menjaga dan menemaniku setiap saat. Aku tak tahu harus bagaimana berterimakasih kepada mamah. Maaf mah selama ini aku banyak berbuat salah kepada mama, kadang aku melawan mama padahal itu demi kebaikan aku juga kan?” ucapku kepada mama.
“Sayang Mama melakukan ini semua semata-mata karena mama sangat sayang sama kamu nak. Kamu adalah anak yang baik Allah pasti akan selalu lindungi kamu” jawab Mama dengan suara yang bergetar.
“Mah, kalau aku sudah tiada bilang sama semuanya kalau aku sayang sama mereka semua. Sayang sekali” ujarku dengan tegar.
“Mah..” sahutku kemudian.
“ bisa tolong ambilkan aku air Mah? Aku haus” kata ku meminta tolong.
“ Iya nak tunggu sebentar, mama ambilkan dulu” katanya lalu beranjak pergi meninggalkanku sendirian.
Aku termenung tentang nasibku ini, entah sampai kapan aku bisa bertahan hidup. Entah kapan Tuhan akan mengambil nyawaku.
“Hei..” sahut seseorang dan membuyarkan segala pikiranku. Aku mencari sosok seseorang itu. Kemudian aku mendapatinya menuju kearahku, seseorang yang tidak ku kenal. Sesorang yang memakai kursi roda sama sepertiku.
“Kamu buat apa disini?” ucapnya setelah sampai di depanku
“kamu siapa?” tanyaku keheranan
“Oh maaf, namaku Lintang, kamu?” ujarnya sambil menyodorkan tangannya
“Namaku Sabrina” ucapku. Aku mencoba menggerakkan tanganku tapi aku tidak bisa. Melihat keadaanku Lintang menurunkan tangannya, ia mengerti dengan keadaanku.
“Aku juga dirawat disini, kata dokter aku punya penyakit. Namanya aku lupa apaan tapi katanya aku dilarang banyak lari, kerja yang berat. Pokoknya tidak asyik. Kalau aku lari aku pingsan loh atau mati, aku cowok tapi punya fisik lemah” katanya dengan ringan tanpa beban. “kamu sakit apaan?” tanyanya lagi.
Belum aku menjawab, mama datang “Sayang, ini minumnya” kata mama sambil membawa segelas air putih. “Loh kamu siapa?” tanya mama kepada Lintang.
“Saya Lintang tante. Teman Sabrina”
“Oh teman Sabrina” ucap mama
“Sabrina ayo kembali kekamar udaranya mulai dingin” ajak mamah. Aku hanya mengangguk. Aku melihat Lintang lalu tersenyum padanya.

Esoknya aku sengaja kebali ke taman untuk bertemu dengan Lintang. Aku ketaman sendirian, karena mama tertidur lalu aku hanya memanggil suster untuk membantuku bangun kekursi roda. Untung kursi roda yang aku gunakan canggih sehingga aku bisa menggunakannya sendiri. Aku menunggu Lintang lama sekali aku sampai berpikir mungkin Lintang sudah keluar dari rumah sakit. Sinar matahari sore menerangi wajahku yang pucat.
“Sabrina” teriak orang yang berada di belakangku. Kemudian aku memutar kursi roda agar dapat melihat orang itu. Dan seperti yang kuharapkan itu Lintang tapi kali ini dia tidak memakai kursi roda. Hatiku langsung tenang.“kamu nungguin aku yah?” kata Lintang. Akupun mengangguk. “kamu sendirian?” tanyanya sekali lagi. “aku datang sendirian disini, aku kasihan lihat mamah yang menjagaku seharian” jawabku.
“Memangnya keluarga kamu yang lain dimana?”
“Mereka semua sibuk cari uang untuk pengobatanku” kataku sedih. “aku mengidap penyakit kanker otak”
“Ohhh.. santai saja Na, mereka cari uang demi kamu pasti mereka sayang sama kamu”
“Iya..”
“Sabrina..ini” Lintang memberiku sebuah coklat dan menaruhnya di tanganku. “Ini?” tanyaku.
“Aku sengaja belikan kamu coklat, kamu sukakan?” ujarnya. Aku mengangguk.
“Na, aku bukain yah coklatnya” ia kemudian mengambil coklat dari tanganku, lalu menyuapiku. “Enak?” tanyanya.
“Iya.. enak sekali. Sudah lama aku tidak makan coklat”
Sejak saat itu kami sering bertemu ditaman. Berbincang tentang banyak masalah. Dekat dengan dia serasa aku punya semangat untuk hidup, mungkin karena pembawaannya yang asyik dan santai aku jadi sangat nyaman berada didekatnya. Mama jadi ada waktu untuk istirahat, kalau mamah pulang, Lintanglah yang menemaniku. Dia sangat baik. Sudah lama aku tidak mempunyai teman sebaik dia.
“Lintang, makasih yah..” kataku kepada Lintang yang sedang asyik meniup balon air.
“Makasih buat apa Na?” jawabnya.
“Ehmm..karena kamu mau temenan ma aku”
“Yaelah Na, aku temenan ma kamu karena.. .....ya karena aku mau jadi temen kamu” ujarnya dengan sedikit kikuk.
“Kamu tahu... kamu seperti malaikat yang dikirim Allah untukku. Tapi, bagaimanapun terimakasih yah karena kamu, aku tidak kesepian lagi” Kataku dengan penuh rasa terimakasih.Lintang hanya tersenyum kecil. Wajahnya sangat bening, aku suka melihat kepolosan wajahnya. Senyumnya yang indah membuatku nyaman didekatnya, serasa aku dilindungi.
Malam hari mamah pulang kerumah, aku sendirian. Sepi. Aku sedang berpikir tentang perasaanku terhadap Lintang, rasanya hatiku selalu berdegup dengan kencang ketika memikirkannya. Ya Allah.. apa sekarang aku lagi jatuh cinta? Tidak aku tidak boleh. Ini hanya membuat beban untuk Lintang.
“ Na, kamu sendiri?”. Aku langsung terkaget.
“ Na, ini aku Lintang” ujarnya.
“Lintang kamu buat aku kaget saja” ucapku dengan perasaan lega. Lintang kemudian duduk dipinggiran tempat tidurku. Hatiku beredegup dengan kencang melihatnya.
“Na, aku mau tanya sesuatu sama kamu, tapi aku takut kamu marah” ucapnya dengan wajah serius.
“Apa? Kamu bilang saja. Tidak papa kok” Jawabku dengan penasaran.
“Sebenarnya.. aku..aku..mau ngajak kamu jalan-jalan di taman besok”
“Ohh.. aku mau kok, aku kira kamu mau ngomong apa” Kataku. Sebenarnya waktu Lintang bicara aku sangat gugup juga.
“Kalau gitu aku kembali dulu. Besok jangan luping yah, Na”
“Iya” jawabku singkat.
☺☺☺

Di taman Lintang tidak banyak bicara seperti biasanya. Dia diam dari tadi, aku jadi bingung. Sepertinya ada yang dia pikirkan. Aku pun memecah keheningan “Lintang kamu mikirin apa? Dari tadi kamu diem aja? Kamu tidak suka yah jalan-jalan sama aku” tanyaku.
“Aku suka kok jalan-jalan sama kamu”
“Terus apa? Kenapa kamu diam dari tadi ? kalau ada masalah kamu bisa cerita sama aku” tanyaku.
“Aku..aku sayang sama kamu Na” Ucapnya dengan wajah yang terlihat sangat serius. Kata-katanya membuat aku sangat kaget, jantungku serasa ingin keluar saking cepatnya berdegup. Wajahku serasa panas. Aku tak tahu harus bicara apa.
“Na, waktu aku pertama kali melihat kamu dirumah sakit. Aku sudah mulai sayang ma kamu. Kamu tidak tahu selama ini aku selalu memperhatikan kamu, makanya waktu aku lihat kamu sendirian aku memberanikan diri kenalan sama kamu” Ucapnya dengan penuh perasaan.
“Lintang, aku sudah tidak lama lagi akan mati. Apa kamu masih mau pacaran ma aku?” kataku dengan nada yang mulai bergetar.
“Na, aku sayang kamu apa adanya”. Air mataku jatuh, dan Lintangpun memegang tanganku. Sejak saat itu aku pun mulai mencoba menjalin suatu hubungan dengan Lintang. Hubungan yang akan membuat hari-hari terakhirku kelak menjadi indah karena hadirnya Lintang.

☺☺☺

Setelah hampir sebulan aku bersama Lintang aku merasa hari itu hampir tiba. Jika aku masih bisa diberi kesempatan untuk hidup lebih lama aku ingin tetap berada di samping Lintang. “Na, aku seneng bisa kenal sama kamu” ucap Lintang saat kami sedang duduk disamping Lintang memandangi indahnya bintang ditaman. “aku juga Lintang, kamu adalah hadiah dari Allah untukku”jawabku. Setelah itu, aku merasa kepalaku sangat sakit. Aku berteriak keras sekali, aku memegang kepalaku, tak sanggup menahan sakit dikepalaku ini. Lintang segera panik, ia kemudian memanggil suster. Lalu aku dibawa keruang UGD. Dokter menanganiku dan menyuntikkanku obat. Rasanya sakit. Akupun langsung tak sadar diri. Ketika aku membuka mata, aku sudah kembali di ruanganku tapi, dengan banyak alat yang tak kumengerti. Selang oksigen membantu pernapasanku ditambah infus dan masih banyak lagi. Aku mengamati sekitar, terlihat mamah sedang tertidur di sofa dan.... Lintang yang tertidur disampingku dan memegang erat tanganku. Aku melihatnya sejenak dan iapun bangun.
“Na, kamu sudah sadar? Alhamdulillah..” ucapnya dengan sangat gembira. Aku tidak bisa berkata apa-apa bibirku seperti dikunci. Aku hanya bisa mengangguk.
“Aku khawatir sama kamu Na, aku tidak mau kamu pergi” katanya dengan mata yang berlinang air mata. Aku berusaha membuka bibirku. Akhirnya aku bisa berkata meskipun perlahan. “Te..rii..maa..kka..ssi..hhh Linn..tangg”
“Nggak Na..”
Lalu tak lama kemudian sakit itu datang lagi aku berusaha menahannya. Alat-alat yang berada di sampingkupun mulai berbunyi dengan keras. Lintang segera memencet tombol merah untuk memanggil suster, mamah dengan cepat bangun dan menenangkanku. Mungkin ini detik-detik terakhir aku pergi, saatnya aku meninggalkan dunia fana ini. Langkah kaki dokter dan suster akhirnya sampai diruanganku. Dokter memeriksaku dan memberiku kembali suntikan untuk mengurangi rasa sakitku. Tapi kemudian bunyi suara “Tiitttttttt............” aku sudah tiada. Mama dan Lintang menangis sekeras-kerasnya. Dokter kemudian menyiapkan alat kejut jantung untuk membawaku kembali. Sekali..dua kali.. tiga kali.. hasilnya tetap sama. Aku telah tiada.
Bersamaan dengan kepergianku, gerimispun turun. Mama terimakasih selama ini menjaga dan merawatku, terimakasih sudah sabar. Kini Mama tidak usah repot lagi menjagaku aku sudah pergi Ma. Lintang, kamu adalah pacar yang baik, pacar yang sangat pengertian. Aku beruntung sudah mengenal kamu, Lintang. Terimakasih Tuhan, di akhir hidupku Kau memberikanku seseorang yang bisa membuatku sangat bahagia dan menjagaku. Aku harap dengan ini keluargaku khususnya Mama tidak menderita lagi dan hidup bahagia. Dan semoga Lintang bisa sembuh dari penyakitnya dan hidup dengan baik. Amin!.